![]() |
Tim LBH KRI Ketapang bersama Orang Tua Korban, yang mana Tim LBH KRI Ketapang menjadi Penasihat Hukum dalam perkara dugaan Pencabulan dan Penyebaran Konten Seksual ini (Dok/Istimewa) |
Ketapang – Lembaga Bantuan Hukum Kapuas
Raya Indonesia (LBH KRI) Ketapang resmi mengawal kasus dugaan pencabulan dan
penyebaran konten seksual terhadap anak di Kabupaten Kayong Utara. Korban yang
masih di bawah umur ini diduga mengalami kekerasan berlapis, selain menjadi
korban pelecehan seksual, rekaman video bermuatan asusila dirinya juga tersebar
luas. LBH KRI Ketapang menegaskan komitmen penuh untuk mengawal proses hukum
dan memastikan korban mendapat perlindungan maksimal sesuai amanat
undang-undang.
Kasus ini
mencuat setelah keluarga korban melaporkan dugaan pencabulan ke Polres Kayong
Utara, disusul laporan terpisah terkait penyebaran konten seksual anak ke
Polres Ketapang. LBH KRI menyatakan seluruh proses hukum harus dijalankan
secara profesional, cepat, dan berpihak pada kepentingan terbaik anak, dengan
mengacu pada UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
(TPKS) serta UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan dugaan ini
dijerat menggunakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE),
khususnya Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1).
Ketua LBH KRI
Ketapang, Iga Pebrian Pratama, S.H., CPM., CPLi., CPArb., menegaskan bahwa
perkara ini adalah bentuk kekerasan berlapis yang menimpa anak. Menurutnya,
korban tidak hanya mengalami dugaan pencabulan, tetapi juga mengalami reviktimisasi
yang lebih kejam melalui penyebaran konten bermuatan seksual yang merusak
martabat dan psikologisnya.
“Ini bukan
sekadar tindak pidana biasa, tetapi pelanggaran serius terhadap hak asasi anak.
Kami mendesak Polres Kayong Utara dan Polres Ketapang memproses perkara ini
secara profesional, cepat, dan berlandaskan prinsip the best interest of the
child atau kepentingan terbaik bagi anak. Amanat ini tegas diatur dalam UU
Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak. Penegakan hukum harus memastikan korban dilindungi, pelaku
dihukum setimpal, dan potensi trauma jangka panjang dapat diminimalkan,” ujar
Iga, Rabu (13/08/2025).
Anggota LBH
KRI Ketapang, Rizqie Suharta, S.H., juga menegaskan bahwa penyebaran konten
bermuatan seksual yang melibatkan anak merupakan kejahatan serius dengan
ancaman pidana berat, dan harus diproses tanpa toleransi sedikit pun.
“Setiap orang
yang dengan sengaja mendistribusikan atau mentransmisikan konten seksual anak
dapat dijerat hukuman pidana berat. Penegakan hukum harus dijalankan tanpa
pandang bulu demi memberikan efek jera dan mencegah terulangnya tragedi serupa.
LBH KRI Ketapang akan mengawal perkara ini hingga tuntas, memastikan korban
mendapatkan perlindungan hukum, pendampingan psikologis, dan pemulihan yang
layak sesuai haknya sebagai anak,” ujar Rizqie.
Ia menegaskan,
perkara ini tidak sekadar persoalan hukum, tetapi juga ujian moral dan komitmen
negara dalam melindungi generasi penerus. Publik diimbau untuk berhenti
menyebarkan konten yang merugikan korban, menghormati proses hukum, dan
mendukung upaya pemulihan.
“Ketika negara
gagal melindungi anak, maka masa depan bangsa ikut terancam. Kami berdiri di
sini untuk memastikan hal itu tidak terjadi. Hentikan kekerasan, hentikan
penyebaran, dan beri ruang bagi korban untuk pulih,” tutup Rizqie dengan nada
tegas.
Kontak Media:
Instagram/Facebook: @LBH.KRI.Ketapang
Email: Lembagabantuanhukumkriketapang@gmail.com
Telepon: 0821–5548–6710