Pontianak —
Lembaga Bantuan Hukum Kapuas Raya Indonesia (LBH
KRI) menyampaikan apresiasi terhadap perkembangan terbaru
penanganan perkara dugaan tindak pidana
kekerasan seksual dan penganiayaan dan/atau Penggeroyokan
yang
menimpa seorang perempuan muda di Kota Pontianak. Kasus yang menyeret tiga
orang pelaku berinisial PT, AF, dan SQ
ini kini memasuki babak lanjutan proses hukum
di bawah penanganan penyidik Satuan Reserse
Kriminal (Satreskrim) Polresta Pontianak.
Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
LBH KRI, Maria Putri Anggraini
Saragi, S.H., dalam pernyataan resminya di Kantor LBH KRI, Kabupaten Kubu Raya, Sabtu (2/8/2025).
“Kami mengapresiasi kinerja Polresta Pontianak yang sejauh
ini telah menunjukkan komitmen dan kinerja maksimal dalam proses penyidikan
perkara ini. Kami melihat bahwa petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum sudah
diakomodasi secara serius, termasuk dengan telah dilakukannya Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) Tambahan terhadap korban khususnya terkait dengan dugaan
TPKS-nya,”
ungkap Maria.
Pemeriksaan tambahan
terhadap korban dilakukan dengan pendampingan dari
Sahabat Saksi dan Korban (SSK) Provinsi Kalimantan Barat, yang
sejak awal turut serta mengawal dan memperjuangkan keadilan bagi korban. Hal
ini, menurut Maria, mencerminkan kolaborasi yang baik antara aparat penegak
hukum dan masyarakat sipil.
Dalam keterangan
lanjutannya, Maria menyebut bahwa penyidik saat ini
tengah menyusun berkas yang displit (dipisah berdasarkan
klasifikasi pidana) sebelum nantinya dikembalikan kepada Kejaksaan. Langkah ini
merupakan bagian dari persiapan menuju Tahap II proses
peradilan pidana, yakni pelimpahan tersangka
dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri Pontianak untuk kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Pontianak.
“Kami terus berharap proses ini berjalan sesuai dengan asas
hukum acara pidana yang adil dan akuntabel. Setelah pelaksanaan Tahap II, kami
akan terus mengawal hingga perkara ini memasuki tahap persidangan, demi
memastikan bahwa korban mendapatkan keadilan secara penuh,” tegas
Maria.
Maria menambahkan bahwa
perspektif korban harus menjadi acuan utama
dalam menangani perkara kekerasan seksual. Ia menekankan pentingnya menjaga
hak-hak hukum korban, perlindungan psikososial yang berkelanjutan, serta
memastikan bahwa tidak ada intimidasi ataupun tekanan terhadap korban untuk
melakukan perdamaian di luar jalur hukum.
“Kami menegaskan bahwa kekerasan seksual adalah bentuk
pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. Oleh karena itu, proses hukum
harus tetap berjalan sampai tuntas demi menciptakan efek jera dan perlindungan
yang berkeadilan bagi perempuan,” ujarnya.
LBH KRI juga menyerukan
kepada publik, khususnya warga Pontianak dan Kalimantan Barat, untuk tidak menormalisasi kekerasan terhadap perempuan
serta mendorong semua pihak agar berpihak pada korban. Pendampingan hukum,
psikologis, dan sosial harus dilakukan secara konsisten demi pemulihan utuh
korban dari trauma yang dihadapi.
“Ini bukan sekadar soal pidana penjara untuk pelaku. Ini
adalah tentang keadilan, keamanan, dan martabat korban sebagai manusia dan
warga negara. Negara wajib hadir secara nyata dalam melindungi korban kekerasan
seksual,” pungkas Maria.
LBH Kapuas Raya Indonesia menyatakan akan terus berada di sisi korban, memfasilitasi perlindungan hukum yang berperspektif korban, serta mengawal proses hukum secara objektif hingga tuntas hingga ke pengadilan.