Pontianak, – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kapuas
Raya Indonesia menemukan praktik fatal yang mencederai hak asasi dan
perlindungan korban dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) yang
dikelola oleh Mahkamah Agung RI. Dalam penelusuran perkara pidana dengan Nomor
314/Pid.B/2025/PN Mpw, yang diklasifikasikan sebagai tindak pidana “Pornografi”,
LBH Kapuas Raya Indonesia mengidentifikasi adanya kontradiksi yang sangat
mengkhawatirkan yaitu identitas terdakwa dalam perkara tersebut disamarkan demi
melindungi asas praduga tak bersalah, namun pada saat yang sama, nama lengkap
para saksi yang merupakan korban justru dipublikasikan secara terang-terangan
dan dapat diakses oleh publik.
Praktik ini merupakan pelanggaran
berlapis dan pengkhianatan terhadap semangat perlindungan korban yang telah
diamanatkan oleh berbagai produk hukum tertinggi di Indonesia. Secara spesifik,
tindakan ini bertentangan langsung dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan Surat
Keputusan Ketua Mahkamah Agung (SK KMA) Nomor 2-144/KMA/SK/VIII/2022 tentang
Standar Pelayanan Informasi Publik di Pengadilan.
“Apa yang kami temukan bukan sekadar
kelalaian administratif, ini adalah sebuah kegagalan institusional yang brutal,”
ujar Maria Putri Anggraini Saragi, S.H., Koordinator Divisi Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak LBH Kapuas Raya Indonesia di kantor LBH KRI, di
Pontianak, Rabu, (30/07/2025).
“Di satu sisi, sistem peradilan
menunjukkan pemahamannya untuk melindungi terdakwa yang statusnya belum
terbukti bersalah. Namun di sisi lain, sistem yang sama dengan sengaja atau
karena kelalaian fatal justru menelanjangi identitas para korban. Ini adalah
bentuk viktimisasi sekunder yang dilakukan oleh negara. Bagaimana mungkin
korban bisa percaya pada sistem hukum jika lembaga peradilan sendiri yang
menjadi pelaku penyebaran data pribadi mereka, menambah trauma, dan
melanggengkan stigma?”
Maria pun memaparkan, dalam UU TPKS,
khususnya pada Pasal 67 dan 69, secara tegas menjamin hak korban atas
pelindungan kerahasiaan identitas. Lebih lanjut, SK KMA 2-144/KMA/SK/VIII/2022
secara eksplisit memerintahkan pengadilan untuk melakukan pengaburan
(anonimisasi) terhadap identitas saksi dan korban dalam perkara kesusilaan
sebelum informasi tersebut dipublikasikan. Pengabaian terhadap aturan internal
Mahkamah Agung ini menunjukkan adanya masalah serius dalam tata kelola
informasi dan implementasi kebijakan di tingkat pengadilan negeri.
Publikasi identitas korban tidak hanya
melanggar hukum, tetapi juga menimbulkan dampak psikologis yang mendalam,
seperti depresi, kecemasan, dan hilangnya kepercayaan diri, yang pada akhirnya
dapat menghalangi proses pemulihan korban. Lebih jauh lagi, praktik ini akan
menciptakan efek gentar (chilling effect), di mana para korban kekerasan
seksual lainnya menjadi takut untuk melapor karena khawatir akan mengalami
eksposur publik yang sama. Hal ini secara efektif akan menumpulkan efektivasi
UU TPKS yang telah diperjuangkan bersama.
Atas temuan ini, LBH Kapuas Raya
Indonesia melalui Maria menyatakan sikap dan tuntutan sebagai berikut:
- Mendesak
Ketua Mahkamah Agung RI untuk segera memerintahkan investigasi dan audit
forensik digital menyeluruh terhadap seluruh data dalam SIPP di semua
yurisdiksi pengadilan di Indonesia guna mengidentifikasi dan memperbaiki
pelanggaran serupa;
- Menuntut
Mahkamah Agung RI untuk segera menghapus data pribadi para korban dari
SIPP dalam perkara No. 314/Pid.B/2025/PN Mpw dan perkara lainnya, serta
menerapkan mekanisme anonymization by default untuk kasus-kasus
kekerasan seksual;
- Menuntut
Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk menjatuhkan sanksi tegas dan terukur
kepada aparat pengadilan yang terbukti lalai dalam menjalankan mandat
perlindungan data pribadi korban sesuai SK KMA 2-144/KMA/SK/VIII/2022;
- Mengajak
seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, dan media massa untuk
bersama-sama mengawasi praktik peradilan dan memastikan bahwa prinsip
keterbukaan informasi tidak mengorbankan hak fundamental korban atas
keamanan dan kerahasiaan.
LBH Kapuas Raya Indonesia berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini dan memastikan bahwa sistem peradilan di Indonesia benar-benar berpihak dan memberikan perlindungan maksimal bagi korban kekerasan seksual.