Pontianak – Lembaga Bantuan Hukum Kapuas Raya
Indonesia (LBH KRI) resmi diterima oleh Komisi III DPR RI untuk menindaklanjuti
pengaduan dugaan kriminalisasi dan/atau rekayasa perkara terhadap terpidana
Muhammad Rue Savaelja alias Rui bin Teja Surya. LBH KRI kini menunggu
penjadwalan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) guna menyampaikan lima poin
tuntutan yang dianggap krusial untuk mengungkap potensi penyimpangan hukum
dalam perkara tersebut.
Ketua LBH Kapuas Raya Indonesia, Eka
Kurnia Chrislianto, menyampaikan bahwa pengaduan ini bukan hanya menyangkut
kepentingan keluarga terpidana, tetapi juga menyangkut kepentingan publik dalam
memastikan keadilan ditegakkan secara transparan dan akuntabel.
“Kami berharap Komisi III DPR RI tidak
hanya menampung, tetapi benar-benar menelaah, mengevaluasi, dan mengawasi
seluruh proses penanganan perkara Muhammad Rue Savaelja. Mulai dari
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga putusan pengadilan, semua harus
diperiksa secara independen dengan melibatkan pihak yang kompeten,” ujar Eka di
Pontianak, Rabu (10/09/2025).
LBH KRI menekankan lima poin tuntutan
yang akan disampaikan dalam forum RDPU, yakni:
1.
Komisi
III diminta melakukan penelaahan menyeluruh terhadap seluruh tahapan perkara,
dengan melibatkan pihak independent;
2.
Menghadirkan
keluarga terpidana, kuasa hukum, saksi kunci, serta aparat penegak hukum yang
menangani perkara untuk forum klarifikasi terbuka;
3.
Mempertimbangkan
pembentukan Panja atau Pansus guna mendalami dugaan penyimpangan prosedur
hukum, pelanggaran etik, hingga potensi abuse of power;
4.
Mendorong
langkah perbaikan kelembagaan di Polri, Kejaksaan, maupun Pengadilan untuk
mencegah kriminalisasi serupa;
5.
Komisi
III diminta mengevaluasi kinerja Bidang Propam Polda Kalbar yang dinilai belum
memberikan tindak lanjut transparan atas laporan keluarga dan LBH KRI.
Menurut Eka, upaya ini juga sejalan
dengan momentum pembaruan hukum acara pidana di Indonesia.
“Sudah saatnya KUHAP benar-benar
berfungsi sebagai instrumen keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum, bukan
malah dijadikan alat kriminalisasi. Harapan kami, DPR dapat mengambil langkah
nyata untuk memperbaiki sistem hukum kita,” tegasnya.
Di balik upaya hukum tersebut,
perjuangan juga terus dilakukan oleh Dame Elizabeth Pasaribu, ibu dari
terpidana, yang sejak awal memperjuangkan hak-hak konstitusional anaknya. Dame
mengaku tak gentar meski proses panjang penuh tekanan ia lalui sejak putranya
ditetapkan sebagai tersangka hingga kini berstatus terpidana di Lapas Pontianak.
“Saya hanya seorang ibu dari Pontianak.
Saya tidak punya kuasa apa-apa selain suara saya. Anak saya dizolimi, dan
sampai hari ini saya hanya ingin keadilan ditegakkan. Bukan hanya untuk anak
saya, tapi agar tidak ada lagi anak bangsa yang mengalami nasib serupa,” kata
Dame dengan suara bergetar.
Sebagai penutup, Dame menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan perhatian dan mendampingi
perjuangannya.
“Saya belum bisa memberi apa pun. Hanya
doa saya panjatkan, semoga keadilan benar-benar hadir, kepastian hukum
ditegakkan, dan orang-orang yang sudah membantu kami selalu diberi rasa aman,
kebaikan, dan perlindungan oleh Allah,” ucapnya.
Pengaduan LBH KRI yang kini telah masuk ke meja Komisi III DPR RI menjadi momentum penting dalam menakar konsistensi parlemen mengawasi praktik penegakan hukum. Rapat Dengar Pendapat Umum yang tengah dijadwalkan diharapkan tidak hanya memberi ruang klarifikasi, tetapi juga melahirkan langkah korektif nyata dalam memperkuat sistem hukum pidana di Indonesia.